Jumat, 07 Oktober 2016

Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar

MAKALAH
di susun untuk memenuhi salah satu tugas Ulumul Hadits
Pembimbing : Bani, M. Pd. I



Oleh :
1.      Eka Nurfitriani            (T20151083)
2.      Nurul Fitria                 (T20151087)
3.      Siti Nuru Ina               (T20151105)
4.      Nur Indah                   (T20151111)
5.      Maulana Ishaq             (T20151118)


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MARET 2016




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Hadits merupakan dasar bagi ajaran islam, merupakan salah satu syari’at, yakni sebagai sumber syariat islam yang ke-2 setelah Al-Qur’an. Ummat Islam diharuskan mengikuti dan menta’ati Allah SWT dan Rasul-Nya. Mentaati Rasul artinya mengikuti Rasul tentang segala perintahnya dan segala larangannya, dengan kata lain mengikuti Sunnahnya.[1]
 Seperti Firman Allah SWT dalam Al-Quran Surah Al-Imran : 132, yang berbunyi :
وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٣٢ 
Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat
Pada hakekatnya umat Islam di dunia ini sama dengan umat agama lain. Kesamaan yang dimaksud dalam hal ini adalah sama-sama memiliki kitab sebagai pedomannya. Kitab Al-Qur’an ini adalah mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kebenaran, ketetapan yang mutlak mengenai agama islam. Namun ada pembahasan yang terdapat dalam Al-qur’an yang masih bersifat global.Oleh karena itu munculah Al-Hadits yang fungsinya menyempurnakan dan menjelaskan isi dari Al-Qur’an.[2]




Akan tetapi banyak orang tanpa terkecuali para ulama yang memperdebatkan antara Al-Hadits yang identik dengan As-Sunnah.Apakah kedua hal itu sama maksudnya? Tetapi hanya berbeda istilah dan cara orang menafsirkannya? Ataukah antara As-sunnah dan Al-Hadits, keduanya benar-benar memiliki maksud dan pengertian yang berbeda?
Oleh karena hal itu kami akan coba memaparkan dan memberikan penjelasan tentang apa itu yang dimaksud dengan Al-Hadist, As-Sunnah, Khabar, Atsar.

B.     RUMUSAN MASALAH 
  1. Pengertian Hadist, Sunnah, Khabar dan Atsar?
  2. Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar?
  3. 3Apa kedudukan dan fungsi Hadist?


C.    Tujuan Pembahasan

1.      Untuk mendeskripsikan pengertian Hadist, Sunnah, Khabar dan Atsar
2.      Untuk mndeskripsikan perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar
3.      Untuk mendeskripsikan kedudukan dan fungsi Hadist







BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Hadits
Al- Hadits menurut arti bahasa adalah baru (lawan dari lama). Sedangkan menurut istilah, ialah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa ucapan, perbuatan, atau perkataan.
Hadis mempunyai beberapa sinonim/muradif menurut para pakar ilmu hadis, yaitu sunnah, khabar, dan atsar. Sebelum berbicara pengertian hadis secara terminologi, terlebih dahulu akan dibicarakan dari segi etimologi. Kata “hadis”(hadist) berasal dari akar kata :


حَدَ ثَ  يَحْدُثُ  حُدُوْ ثَا  وَحَدَاَ ثةَ
Hadis dari akar di atas memiliki beberapa makna, antara lain sebagai berikut:
1.      الجدة (al-Jiddah=baru), dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada atau sesuatu yang wujud setelah tidak ada, lawan dari kata al-qadim = terdahulu.[3]
2.      الطري (ath-thari=lunak, lembut, dan baru). الرجل الحدث = pemuda laki-laki. Ibnu Faris mengatakan bahwa hadis dari kata ini karena berita atau kalam secara silih berganti bagaikan perkembangan usia yang silih berganti dari masa ke masa.

3.      الخبر والكلم (al-khabar=berita, pembicaraan dan al-kalam=perkataan). Hadis disini diartikan sama dengan al-khabar dan an-naba’. Dalam al-quran banyak sekali kata hadis disebutkan, lebih kurang mencapai 27 tempat termasuk dalam bentuk jamak, seperti surah An-Nisa’ (4):78:
 ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# Ÿw tbrߊ%s3tƒ tbqßgs)øÿtƒ $ZVƒÏtn ÇÐÑÈ    
Ketiga makna etimologis diatas lebih tepat dalam konteks istilah Ulumul Hadis, karena yang dimaksud hadis disini adalah berita yang datang dari Nabi. Dari segi terminologi, banyak para ahli hadis memberikan definisi yang berbeda redaksi, tetapi maknanya sama, diantaranya mahmud Ath-Thahan mendenifisikan:
            ماجاءعن النبي صالى الله عليه وسلم سواء كن قول او فعلا او تقرير
“Sesuatu yang datang dari Nabi, baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan”.[4]
Dalam beberapa buku para ahli ulama’ berbeda dalam mengungkapkan datangnya hadis tersebut, diantaranya seperti makna diatas “sesuatu yang datang” , namun ada juga yang menggunakan beberapa redaksi seperti :
1.      ما اضيف الى                    = sesuatu yang disandarkan kepada ...
2.      ما اسند الى                         = sesuatu yang disandarkan kepada .
3.      ما نسب الي                     = sesuatu yang dibangsakan kepada ...
4.      ما روي عن                  = sesuatu yang diriwayatkan kepada ...



Keempat redaksi di atas dimaksudkan sama maknanya, yaitu sesuatu yang datang atau sesuatu yang bersumberkan dari Nabi atau disandarkan kepada Nabi. Bersandarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa hadis merupakan sumber berita yang datang dari Nabi dalam segala bentuk, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun sikap persetujuan. Definisi diatas memberikan kesimpulan, bahwa hadis mempunyai 3 komponen, yaitu sebagai berikut.
1.      Hadis perkataan yang di sebut dengan hadis qauli, misalnya sabda beliau:
أْذا التقى المسلمان بسيفيهما فاالقاتل والمقتول فى النار
Jika dua orang muslim bertemu dengan pedangnya, maka pembunuh dan yang terbunuh di dalam neraka. (HR. Al-Bukhori)
2.      Hadis perbuatan, disebut hadis fi’li misalnya shalatnya beliauu, haji, perang, dll.
3.      Hadis persetujuan, di sebut hadis taqrir, yaitu perbuatan atau perkataan di antara para sahabat yang disetujui Nabi. 
SINONIM HADIST
Hadist mempunyai nama lain/sinonim yaitu Sunnah, Khabar, dan Atsar :
1.      Pengertian Sunnah
As Sunnah menurut arti bahasa adalah jalan atau cara. Sedangkan menurut istilah ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa ucapan, perbuatan, atau ketetapan. Dengan demikian As-sunnah adalah sinonim Al- Hadits, ada yang berpendapat Al- hadits khusus berhubungan dengan ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW, sedangkan As-sunnah bersifat umum.[5]
Sunnah menurut istilah , terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama’ , diantaranya sebagai berikut :
1.      Menurut ulama’ ahli hadis mendenifisikan dengan ungkapan yang singkat :“Segala perkataan Nabi, perbuatanya, dan segala tingkah lakunya”.

2.      Menurut ulama’ ushul fiqih (ushuliyun) :“Segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi yang bukan Al-qur’an, baik berupa segala perkataan, perbuatan, dan pengakuan yang patut dijadikan dalil hukum syara’.
3.      Menurut ulama’ fiqh (fuqaha) :“Segala ketetapan yang datang dari Rasullah dan tidak termasuk kategori fadlu, dan wajib, maka ia menurut mereka adalah sifat syara’ yang menuntut pekerjaan, tetapi tidak wajib dan tidak disiksa bagi yang meninggalkanya.
4.      Menurut ulama’ maw’izhah (‘ulama Al-wazhi wa Al-irsyad) : “Sesuatu yang bukan bid’ah”.[6]

2.      Pengertian Khabar
Al-Khabar menurut istilah arti bahasa adalah berita (lawan kalimat perintah). Dari segi istilah, khabar identik dengan hadist, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi (baik berupa marfu’, mauquf, dan maqthu’), baik berupa perbuatan, perkataan, persetujuan, dan sifat.[7]
Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat sebagai berikut:
a.       Al- Khabar sinonim Al- Hadits
b.      Al- Khabar ialah segala sesuatu yang datang dari selain Nabi Muhammad SAW, sedangakan Al- Hadits sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu orang yang belajar dn mengajar ilmu hadits disebut Muhaddits, sedangkan orang yang sibuk dengan sejarah (tarikh) dan sebagainya disebut dengan pemberita (informan).
c.       Al- Hadits lebih spesifik (khusus) daripada Al Khabar, sebab itu setiap hadits adalah khabar dan tidak sebaliknya.
Mayoritas ulama melihat hadist lebih khusus yang datang dari Nabi SAW, sedangkan khabar sesuatu yang datang darinya dan dari yang lain, termasuk berita-berita umat dahulu, para Nabi, dan lain-lain, Misalnya Nabi Isa berkata: ......, Nabi Ibrahim berkata:....., dan lain-lain, termasuk khabar bukan hadist.
            Khabar lebih umum daripada hadist daan dapat dikatakan bahwa setiap hadist adalah khabar tapi setiap khabar belum tentu hadist.
3.      Pengertian Atsar
Al- Atsar menurut bahasa berarti bekas sesuatu atau sisa dan sebagainya. Menurut kebanyakan ulama, atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadist, namun menurut sebagian ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibanding dengan khabar.[8]
Menurut istilah ada beberapa pendapat, sebagai berikut:
a.       Atsar adalah sesuatu yang datang dari sahabat, artinya Atsar digunakan menyebut hadits  mauquf. Hal ini mungkin karena Atsar ialah bekas sesuatu dan khabar adalah sesuatu yang diberitakan, mengingat ucapan sahabat merupakan bekas dari ucapan Nabi Muhammad SAW,  maka pantaslah ucapan sahabat disebut Atsar dan ucapan Nabi Muhammad SAW disebut khabar.



Dengan penjelasan tersebut diatas, jelaslah bahwa Al-Hadits, As-Sunnah, Al-Khabar, dan Al-Atsar merupakan kata-kata yang bermakna sama (sinonim),  yaitu segala sesuatu berupa ucapan, perbuatan, taqrir (ketetapan) atau sifat yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat, atau tabi’in. Petunjuk atau tanda (qarinah) riwayat dari Rasul, sahabat dan tabi’in ialah yang menyatakan dan menentukan pengertian istilah-istilah tersebut.[9]
B.     Perbedaan Hadist dengan Sunnah, Khabar dan Atsar
Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut:
1.       Hadits dan sunnah: hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat menjadi rasul maupun sesudahnya.
2.       Hadits dan khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi SAW.
3.      Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in.[10]







Perbedaan Hadist, Sunnah, Khabar, dan Atsar dalm bentuk tabel :

Hadis dan Sinonimnya
Sandaran
Aspek dan Spesifikasi
Sifatnya
Hadis
Nabi
Perkataan (qawli)
Perbuatan (fi’li)
Persetujuan (taqriri)
Lebih khusus dan sekalipun dilakukan sekali
Sunnah
Nabi dan para sahabat
Perbuatan (fi’li)
Menjadi tradisi
Khabar
Nabi dan selainnya
Perkataan (qawli)
Perbuatan (fi’li)
Lebih umum
Atsar
Sahabat dan tabi’in
Perkataan (qawli)
Perbuatan (fi’li)
Umum





C.    Kedudukan Hadist
Kedudukan hadist sangatlah penting. Diantaranya sebagai berikut :
a.      Berdasarkan Al-Quran
Ayat Al-Quran banyak menjelaskan suatu kewajban mempercayai dan menerima segala sesuatu yang datang dari Rasulullah, diantaranya dalam firman Allah :
!!$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù
“ Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dai, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Q.S. Al-Hasyr : 7).
`¨B ÆìÏÜムtAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøŠn=tæ $ZàŠÏÿym ÇÑÉÈ  
“Barangsiapa yang metaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah, dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (Q.S. AlN-Nisa’ : 80)
b.      Berdasarkan Hadist
Di antara hadist yang memerintahkan umat Islam untuk berpegang teguh dan taat pada apa yang datang dari Rasul. [11]


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَ هُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Aku tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku, serta keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangiku di Telaga (di Surga).”
c.       Berdasarkan Ijma’ Sahabat
Para sahabat telah sepakat menetapkan wajib taat terhadap Sunnah Rasulullah. Ynag demikian dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan mereka, diantaranya :
                          i.      Abu Bakar mengatakan : “Saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan Rasulullah, karena sya takut tersesat jika meninggalkannya.”
                                          ii.      Umar bin Khattab ketika di depan Hajar Aswad berkata : “ Saya tahu engkau adlah batu. Andaikata aku tidak melihat Rasulullah menciummu, tentu aku tidak akan menciummu.”
                                        iii.      Utsman bin Affan berkata : “ Saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana makannya dan shalat sebagaimana shalatnya.”
                                            iv.      Ali bin Abu Thalib berkata : “ Kami melihat Rasulullah berdiri, lalu kami berdiri, dan beliau duduk, kami pun duduk.[12]

D.    Fungsi Hadist
a.      Bayan al-Ta’kid
Hadist berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Quran.[13] Contoh :
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam:
«لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ، وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ» و في رواية: فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ»
“Jangan kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, dan jangan berbuka sampai melihatnya lagi, jika bulan tersebut tertutup awan, maka sempurnakan bulan tersebut sampai tiga-puluh.” (HR. Bukhari).
Hadist ini menguatkan ayat al-Quran :
            `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù (
“Barang siapa yang menyaksikan bulan maka berpuasalah.” (Q.S. Al-Baqarah : 185).
b.      Bayan al-Tafsir
Hadist berfungsi sebagai pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal (umum) di dalam Al-Quran, contoh :

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“ Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” HR. Bukhori Muslim.

Hadist yang menyerukan perintah, agar umat Rasulullah mendirikan shalat sebagaimana beliau shalat, merinci ayat al-Quran :

            (#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (Q.S. Al-Baqarah : 43)

c.       Bayan al-Tasyri’
Hadist berfungsi untuk menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Quran. Contoh : Larangan berpoligami bagi seseorang terhadap seorang wanita dengan bibinya. Rasulullah bersabda :

                        لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ المَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا، وَلاَ بَيْنَ المَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
“Tidak boleh menggabungkan antara seorang wanita dengan bibinya, baik bibi dari ayah maupun dari ibu (dalam satu ikatan pernikahan yang sama).” (HR. Bukhari).[14]
                                                                                          






BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Hadist merupakan segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa ucapan, perbuatan, atau perkataan.Sunnah ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa ucapan, perbuatan, atau ketetapan,baik berupa sifat-sifat fisik, moral maupun perilaku, sebelum beliau menjadi Nabi maupun sesudahnya.Khabar merupakan segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW dan selain Nabi, seperti perkataan para sahabat dan tabi’in.Atsar merupakan adalah sesuatu yang datang dari sahabat, artinya Atsar digunakan menyebut hadits  mauquf.
Hadist mengacu pada perbuatan,perkataan, dan persetujuan Nabi yang bersifat khusus, Sunnah mengacu pada perbuatan Nabi dan para sahabat yang sifatnya menjadi tradisi, Khabar mengacu pada perkataan dan perbuatan Nabi dan selainnya yang bersifat lebih umum, sedangkan Atsar mengacu pada perkataan dan perbuatan para sahabat dan tabi’in yang bersifat umum.
Kedudukan hadist itu berdasarkan Al-Quran,Hadist, dan Ijma’ Sahabat. Dan fungsi hadist diantaranya adalah Bayan al-Ta’kid  (sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Quran), Bayan al-Tafsir (sebagai pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal (umum) di dalam Al-Quran), dan Bayan al-Tasyri’ (untuk menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Quran).




DAFTAR PUSTAKA

Al-Maliki, M. Alawi. 2007. Qawaidul Asasiyyah. Surabaya: Al-Hidayah.

Gufron, Mohammad dan Rahmawati. 2013. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Teras.

Majid Khon, Abdul. 2015. Ulumul Hadist. Jakarta : Amzah

Solahudin, M.Agus dan Suyadi, Agus. 2013. Ulumul Hadis. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Suparta, Munzier.  Ilmu Hadits. 2003. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada











[1]  Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 1
[2]  Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 1
[3] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 1
[4] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 3
[5] M. Alawi Al-Maliki, Qawaidul Asasiyyah (Surabaya: Al-Hidayah, 2007), hal 12
[6] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 7
[7] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 10
[8] Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2013), hal 20
[9] Alawi Al-Maliki, Muhammad, Qawaidul Asasiyyah, (Surabaya: Al-Hidayah, 2007), hal 15
[10] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 10
[11] M.Gufron dan Rahmawati, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2013), hal 8
[12] M.Gufron dan Rahmawati, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2013), hal 9
[13] M.Gufron dan Rahmawati, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2013), hal 13
[14] M.Gufron dan Rahmawati, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2013), hal 15

terima kasih telah membaca artikel ini, semoga ilmu yang sangat sedikit ini bisa bermanfaat dan membawa barokah, aminnn,
mohon komentarnya yaaa, untuk perbaikan pada artikel selanjutnya. terima kasih.

4 komentar: