MAKALAH
di susun untuk memenuhi salah satu tugas Ulumul Hadits
Pembimbing : Bani, M. Pd. I
Oleh :
1.
Eka
Nurfitriani (T20151083)
2.
Nurul
Fitria (T20151087)
3.
Siti
Nuru Ina (T20151105)
4.
Nur
Indah (T20151111)
5.
Maulana
Ishaq (T20151118)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MARET 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hadits merupakan dasar bagi ajaran islam, merupakan salah satu
syari’at, yakni sebagai sumber syariat islam yang ke-2 setelah Al-Qur’an. Ummat
Islam diharuskan mengikuti dan menta’ati Allah SWT dan Rasul-Nya. Mentaati
Rasul artinya mengikuti Rasul tentang segala perintahnya dan segala
larangannya, dengan kata lain mengikuti Sunnahnya.[1]
Seperti Firman Allah SWT
dalam Al-Quran Surah Al-Imran : 132, yang berbunyi :
وَأَطِيعُواْ
ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٣٢
Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat
Pada
hakekatnya umat Islam di dunia ini sama dengan umat agama lain. Kesamaan yang
dimaksud dalam hal ini adalah sama-sama memiliki kitab sebagai pedomannya. Kitab Al-Qur’an ini adalah
mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang di dalamnya
terkandung nilai-nilai kebenaran, ketetapan yang mutlak mengenai agama islam.
Namun ada pembahasan yang terdapat dalam Al-qur’an yang masih bersifat global.Oleh
karena itu munculah
Al-Hadits yang fungsinya menyempurnakan dan menjelaskan isi dari Al-Qur’an.[2]
Akan
tetapi banyak orang tanpa terkecuali para ulama yang memperdebatkan antara
Al-Hadits yang identik dengan As-Sunnah.Apakah kedua hal itu sama maksudnya?
Tetapi hanya berbeda istilah dan cara orang menafsirkannya? Ataukah antara
As-sunnah dan Al-Hadits, keduanya benar-benar memiliki maksud dan pengertian
yang berbeda?
Oleh
karena hal itu kami akan coba memaparkan dan memberikan penjelasan tentang apa
itu yang dimaksud dengan Al-Hadist, As-Sunnah, Khabar, Atsar.
B.
RUMUSAN MASALAH
- Pengertian Hadist, Sunnah, Khabar dan Atsar?
- Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar?
- 3Apa kedudukan dan fungsi Hadist?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mendeskripsikan pengertian Hadist, Sunnah, Khabar dan Atsar
2.
Untuk mndeskripsikan
perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar
3.
Untuk mendeskripsikan kedudukan
dan fungsi Hadist
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Hadits
Al- Hadits menurut arti bahasa adalah baru (lawan dari lama).
Sedangkan menurut istilah, ialah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW berupa ucapan, perbuatan, atau perkataan.
Hadis mempunyai beberapa sinonim/muradif menurut para pakar ilmu
hadis, yaitu sunnah, khabar, dan atsar. Sebelum berbicara pengertian
hadis secara terminologi, terlebih dahulu akan dibicarakan dari segi etimologi.
Kata “hadis”(hadist) berasal dari akar kata :
حَدَ ثَ يَحْدُثُ حُدُوْ ثَا وَحَدَاَ ثةَ
Hadis dari akar di atas memiliki beberapa makna, antara lain
sebagai berikut:
1.
الجدة (al-Jiddah=baru),
dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada atau sesuatu yang wujud setelah
tidak ada, lawan dari kata al-qadim = terdahulu.[3]
2.
الطري (ath-thari=lunak,
lembut, dan baru). الرجل الحدث = pemuda laki-laki. Ibnu Faris mengatakan bahwa hadis dari kata
ini karena berita atau kalam secara silih berganti bagaikan perkembangan usia
yang silih berganti dari masa ke masa.
3.
الخبر والكلم (al-khabar=berita,
pembicaraan dan al-kalam=perkataan). Hadis disini diartikan sama dengan
al-khabar dan an-naba’. Dalam al-quran banyak sekali kata hadis disebutkan,
lebih kurang mencapai 27 tempat termasuk dalam bentuk jamak, seperti surah
An-Nisa’ (4):78:
ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# w tbrß%s3t tbqßgs)øÿt $ZVÏtn ÇÐÑÈ
Ketiga makna etimologis diatas lebih tepat dalam konteks istilah
Ulumul Hadis, karena yang dimaksud hadis disini adalah berita yang datang dari
Nabi. Dari segi terminologi, banyak para ahli hadis memberikan definisi yang
berbeda redaksi, tetapi maknanya sama, diantaranya mahmud Ath-Thahan
mendenifisikan:
ماجاءعن النبي صالى الله عليه وسلم سواء كن قول او فعلا او تقرير
“Sesuatu yang datang dari
Nabi, baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan”.[4]
Dalam beberapa buku para ahli ulama’ berbeda dalam mengungkapkan
datangnya hadis tersebut, diantaranya seperti makna diatas “sesuatu yang
datang” , namun ada juga yang menggunakan beberapa redaksi seperti :
1.
ما اضيف الى = sesuatu
yang disandarkan kepada ...
2.
ما اسند الى = sesuatu yang disandarkan kepada .
3.
ما نسب الي = sesuatu yang
dibangsakan kepada ...
4.
ما روي عن = sesuatu yang diriwayatkan kepada ...
Keempat redaksi di atas dimaksudkan sama maknanya, yaitu sesuatu yang
datang atau sesuatu yang bersumberkan dari Nabi atau disandarkan kepada Nabi.
Bersandarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa hadis merupakan sumber
berita yang datang dari Nabi dalam segala bentuk, baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun sikap persetujuan. Definisi diatas memberikan kesimpulan,
bahwa hadis mempunyai 3 komponen, yaitu sebagai berikut.
1.
Hadis
perkataan yang di sebut dengan hadis qauli, misalnya sabda beliau:
أْذا التقى المسلمان بسيفيهما فاالقاتل والمقتول فى النار
Jika dua orang muslim bertemu dengan
pedangnya, maka pembunuh dan yang terbunuh di dalam neraka. (HR. Al-Bukhori)
2.
Hadis
perbuatan, disebut hadis fi’li misalnya shalatnya beliauu, haji, perang, dll.
3.
Hadis
persetujuan, di sebut hadis taqrir, yaitu perbuatan atau perkataan di antara
para sahabat yang disetujui Nabi.
SINONIM HADIST
Hadist
mempunyai nama lain/sinonim yaitu Sunnah, Khabar, dan Atsar :
1.
Pengertian Sunnah
As Sunnah menurut arti bahasa adalah jalan atau cara. Sedangkan
menurut istilah ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW
berupa ucapan, perbuatan, atau ketetapan. Dengan demikian As-sunnah adalah
sinonim Al- Hadits, ada yang berpendapat Al- hadits khusus berhubungan dengan
ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW, sedangkan As-sunnah bersifat umum.[5]
Sunnah menurut istilah , terjadi perbedaan pendapat di kalangan
para ulama’ , diantaranya sebagai berikut :
1.
Menurut
ulama’ ahli hadis mendenifisikan dengan ungkapan yang singkat :“Segala
perkataan Nabi, perbuatanya, dan segala tingkah lakunya”.
2.
Menurut
ulama’ ushul fiqih (ushuliyun) :“Segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi
yang bukan Al-qur’an, baik berupa segala perkataan, perbuatan, dan pengakuan
yang patut dijadikan dalil hukum syara’.
3.
Menurut
ulama’ fiqh (fuqaha) :“Segala ketetapan yang datang dari Rasullah dan tidak
termasuk kategori fadlu, dan wajib, maka ia menurut mereka adalah sifat syara’
yang menuntut pekerjaan, tetapi tidak wajib dan tidak disiksa bagi yang
meninggalkanya.
4.
Menurut
ulama’ maw’izhah (‘ulama Al-wazhi wa Al-irsyad) : “Sesuatu yang bukan bid’ah”.[6]
2.
Pengertian Khabar
Al-Khabar menurut istilah arti bahasa adalah berita (lawan kalimat
perintah). Dari segi istilah, khabar identik dengan hadist, yaitu segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi (baik berupa marfu’, mauquf, dan maqthu’),
baik berupa perbuatan, perkataan, persetujuan, dan sifat.[7]
Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat sebagai berikut:
a.
Al-
Khabar sinonim Al- Hadits
b.
Al-
Khabar ialah segala sesuatu yang datang dari selain Nabi Muhammad SAW,
sedangakan Al- Hadits sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab
itu orang yang belajar dn mengajar ilmu hadits disebut Muhaddits, sedangkan
orang yang sibuk dengan sejarah (tarikh) dan sebagainya disebut dengan
pemberita (informan).
c.
Al-
Hadits lebih spesifik (khusus) daripada Al Khabar, sebab itu setiap hadits
adalah khabar dan tidak sebaliknya.
Mayoritas ulama melihat hadist lebih khusus yang datang dari Nabi
SAW, sedangkan khabar sesuatu yang datang darinya dan dari yang lain, termasuk
berita-berita umat dahulu, para Nabi, dan lain-lain, Misalnya Nabi Isa berkata:
......, Nabi Ibrahim berkata:....., dan lain-lain, termasuk khabar bukan
hadist.
Khabar lebih umum
daripada hadist daan dapat dikatakan bahwa setiap hadist adalah khabar tapi
setiap khabar belum tentu hadist.
3.
Pengertian Atsar
Al- Atsar menurut bahasa berarti bekas sesuatu atau sisa dan sebagainya. Menurut kebanyakan
ulama, atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadist, namun
menurut sebagian ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibanding dengan
khabar.[8]
Menurut istilah ada beberapa pendapat, sebagai berikut:
a.
Atsar
adalah sesuatu yang datang dari sahabat, artinya Atsar digunakan menyebut
hadits mauquf. Hal ini mungkin karena
Atsar ialah bekas sesuatu dan khabar adalah sesuatu yang diberitakan, mengingat
ucapan sahabat merupakan bekas dari ucapan Nabi Muhammad SAW, maka pantaslah ucapan sahabat disebut Atsar
dan ucapan Nabi Muhammad SAW disebut khabar.
Dengan penjelasan tersebut diatas, jelaslah bahwa Al-Hadits, As-Sunnah,
Al-Khabar, dan Al-Atsar merupakan kata-kata yang bermakna sama (sinonim), yaitu segala sesuatu berupa ucapan,
perbuatan, taqrir (ketetapan) atau sifat yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sahabat, atau tabi’in. Petunjuk atau tanda (qarinah) riwayat dari Rasul,
sahabat dan tabi’in ialah yang menyatakan dan menentukan pengertian
istilah-istilah tersebut.[9]
B.
Perbedaan Hadist dengan Sunnah, Khabar dan Atsar
Para ulama juga
membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut:
1. Hadits dan sunnah: hadits terbatas
pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber pada Nabi SAW, sedangkan
sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan,
takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat
menjadi rasul maupun sesudahnya.
2. Hadits dan khabar: sebagian ulama
hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal atau disandarkan
kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan
pada Nabi SAW.
3. Hadits dan atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan
khabar dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan
khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW,
sahabat dan tabi’in.[10]
Perbedaan Hadist, Sunnah, Khabar, dan Atsar dalm
bentuk tabel :
Hadis dan Sinonimnya
|
Sandaran
|
Aspek dan Spesifikasi
|
Sifatnya
|
Hadis
|
Nabi
|
Perkataan (qawli)
Perbuatan (fi’li)
Persetujuan (taqriri)
|
Lebih khusus dan
sekalipun dilakukan sekali
|
Sunnah
|
Nabi dan para sahabat
|
Perbuatan (fi’li)
|
Menjadi tradisi
|
Khabar
|
Nabi dan selainnya
|
Perkataan (qawli)
Perbuatan (fi’li)
|
Lebih umum
|
Atsar
|
Sahabat dan tabi’in
|
Perkataan (qawli)
Perbuatan (fi’li)
|
Umum
|
C.
Kedudukan Hadist
Kedudukan hadist sangatlah penting. Diantaranya sebagai berikut :
a.
Berdasarkan Al-Quran
Ayat Al-Quran
banyak menjelaskan suatu kewajban mempercayai dan menerima segala sesuatu yang
datang dari Rasulullah, diantaranya dalam firman Allah :
!!$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù
“ Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dai, dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Q.S. Al-Hasyr : 7).
`¨B ÆìÏÜã tAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøn=tæ $ZàÏÿym ÇÑÉÈ
“Barangsiapa yang metaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati
Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah, dan barang siapa yang berpaling
(dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka.” (Q.S. AlN-Nisa’ : 80)
b.
Berdasarkan Hadist
Di antara hadist yang memerintahkan umat Islam untuk berpegang
teguh dan taat pada apa yang datang dari Rasul. [11]
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي تَرَكْتُ
فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَ هُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ
وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia
berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Aku
tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang
teguh dengan keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku, serta keduanya tidak akan
berpisah sampai keduanya mendatangiku di Telaga (di Surga).”
c. Berdasarkan Ijma’ Sahabat
Para sahabat telah sepakat menetapkan wajib
taat terhadap Sunnah Rasulullah. Ynag demikian dapat dilihat dari
ungkapan-ungkapan mereka, diantaranya :
i.
Abu Bakar mengatakan : “Saya tidak meninggalkan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan Rasulullah, karena sya takut tersesat jika
meninggalkannya.”
ii.
Umar bin Khattab ketika di depan Hajar Aswad
berkata : “ Saya tahu engkau adlah batu. Andaikata aku tidak melihat Rasulullah
menciummu, tentu aku tidak akan menciummu.”
iii.
Utsman bin Affan berkata : “ Saya duduk
sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana makannya dan shalat
sebagaimana shalatnya.”
iv.
Ali bin Abu Thalib berkata : “ Kami melihat
Rasulullah berdiri, lalu kami berdiri, dan beliau duduk, kami pun duduk.[12]
D. Fungsi Hadist
a. Bayan al-Ta’kid
Hadist
berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Quran.[13]
Contoh :
Sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam:
«لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ، وَلَا تُفْطِرُوا
حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ» و في رواية:
فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ»
“Jangan kalian berpuasa
sampai kalian melihat hilal, dan jangan berbuka sampai melihatnya lagi, jika
bulan tersebut tertutup awan, maka sempurnakan bulan tersebut sampai
tiga-puluh.” (HR. Bukhari).
Hadist ini menguatkan
ayat al-Quran :
`yJsù yÍky ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuù=sù (
“Barang siapa yang
menyaksikan bulan maka berpuasalah.” (Q.S. Al-Baqarah : 185).
b. Bayan al-Tafsir
Hadist berfungsi sebagai pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal
(umum) di dalam Al-Quran, contoh :
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“ Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihat aku shalat.” HR. Bukhori Muslim.
Hadist yang menyerukan perintah,
agar umat Rasulullah mendirikan shalat sebagaimana beliau shalat, merinci ayat
al-Quran :
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
“Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (Q.S.
Al-Baqarah : 43)
c.
Bayan al-Tasyri’
Hadist berfungsi untuk menetapkan dan membentuk hukum yang tidak
terdapat di dalam Al-Quran. Contoh : Larangan berpoligami bagi seseorang
terhadap seorang wanita dengan bibinya. Rasulullah bersabda :
لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ المَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا،
وَلاَ بَيْنَ المَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
“Tidak boleh menggabungkan antara seorang
wanita dengan bibinya, baik bibi dari ayah maupun dari ibu (dalam satu ikatan
pernikahan yang sama).” (HR. Bukhari).[14]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hadist merupakan segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW
berupa ucapan, perbuatan, atau perkataan.Sunnah ialah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa ucapan, perbuatan, atau ketetapan,baik
berupa sifat-sifat fisik, moral maupun perilaku, sebelum beliau menjadi Nabi
maupun sesudahnya.Khabar merupakan segala sesuatu yang berasal dari Nabi
Muhammad SAW dan selain Nabi, seperti perkataan para sahabat dan tabi’in.Atsar
merupakan adalah sesuatu yang datang dari sahabat, artinya Atsar digunakan
menyebut hadits mauquf.
Hadist mengacu pada perbuatan,perkataan, dan persetujuan Nabi yang
bersifat khusus, Sunnah mengacu pada perbuatan Nabi dan para sahabat yang
sifatnya menjadi tradisi, Khabar mengacu pada perkataan dan perbuatan Nabi dan
selainnya yang bersifat lebih umum, sedangkan Atsar mengacu pada perkataan dan
perbuatan para sahabat dan tabi’in yang bersifat umum.
Kedudukan hadist itu berdasarkan Al-Quran,Hadist, dan Ijma’
Sahabat. Dan fungsi hadist diantaranya adalah Bayan al-Ta’kid (sebagai penguat
hukum yang sudah ada di dalam Al-Quran), Bayan al-Tafsir (sebagai pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal
(umum) di dalam Al-Quran), dan Bayan
al-Tasyri’ (untuk menetapkan dan membentuk
hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Quran).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maliki, M.
Alawi. 2007. Qawaidul Asasiyyah. Surabaya: Al-Hidayah.
Gufron,
Mohammad dan Rahmawati. 2013. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Teras.
Majid Khon, Abdul. 2015. Ulumul Hadist. Jakarta : Amzah
Solahudin, M.Agus dan Suyadi, Agus. 2013. Ulumul Hadis.
Bandung: CV. Pustaka Setia.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. 2003. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
[1] Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 1
[2]
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 1
[3] Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 1
[4] Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 3
[5] M. Alawi
Al-Maliki, Qawaidul Asasiyyah (Surabaya: Al-Hidayah, 2007), hal 12
[6] Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 7
[7] Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 10
[8]
Agus Solahudin
dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2013), hal
20
[9]
Alawi
Al-Maliki, Muhammad, Qawaidul Asasiyyah, (Surabaya: Al-Hidayah, 2007),
hal 15
[10]
Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta : Amzah, 2015), hal 10
[11] M.Gufron dan
Rahmawati, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2013), hal 8
[12] M.Gufron dan
Rahmawati, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2013), hal 9
[13] M.Gufron dan
Rahmawati, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2013), hal 13
[14] M.Gufron dan
Rahmawati, Ulumul Hadits (Yogyakarta: Teras, 2013), hal 15
terima kasih telah membaca artikel ini, semoga ilmu yang sangat sedikit ini bisa bermanfaat dan membawa barokah, aminnn,
mohon komentarnya yaaa, untuk perbaikan pada artikel selanjutnya. terima kasih.
👍
BalasHapusMantap
BalasHapusМTitanium Ring for Men - Tithium Artists
BalasHapusTitanium Ring titanium drill bit set for titanium dab tool Men. Tithium Arts has many products, titanium fishing pliers from traditional stone trekz titanium headphones stone carving for citizen titanium dive watch carving, clay, and wooden work tools.
o691x9gigdh275 penis sleeves,dildos,sex toys,custom sex doll,dual stimulator,horse dildo,anal sex toys,dog dildo,sex toys z713v3dcztu223
BalasHapus